TEMPO Interaktif, Bandung: Ratusan karyawan PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI) hari ini, Kamis (26/2) melanjutkan aksi berunjuk rasa di depan patung Nurtanio di Jl. Padjadjaran Bandung. Mereka menuntut manajemen untuk membiarkan 4.000 karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja untuk kembali bekerja. Tuntutan ini didasarkan pada putusan sela Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta, yaitu majelis hakim menunda pelaksanaan putusan P4P pusat yang mengizinkan direksi PT. DI melakukan PHK terhadap 6.600 karyawannya.Aksi yang dimeriahkan dengan orasi dan menabuh drum bekas ini berlangsung sejak pukul 08:00 WIB hingga tengah hari ini berlangsung cukup tertib. Satu kompi polisi membuat barisan rapat untuk menjaga agar para karyawan yang tergabung dalam Serikat Pekerja Forum Komunikasi Karyawan (SP-FKK) itu tidak memasuki kawasan PT. DI yang juga merupakan Ring III TNI Angkatan Udara.Menanggapi putusan sela PT. TUN, Direktur Utama PT. DI, Edwin Soedarmo kepada wartawan mengatakan pihaknya tidak akan terpengaruh oleh 3 putusan pengadilan yang membatalkan keputusan PHK terhadap 6.600 orang karyawannya. Alasannya, karena keputusan ini sudah dikukuhkan oleh pemerintah melalui keputusan sidang kabinet. "We are doing the right way untuk menyelamatkan perusahaan. Karenanya kita akan jalan terus dengan program kita (rasionalisasi),” tegas Edwin dalam pidatonya saat acara penyerahan helikopter Super Puma kepada TNI AU, Kamis (26/2) di hanggar helikopter PT. DI di Bandung.Putusan itu (PT TUN), lanjut Edwin, tidak akan mengubah keputusannya dengan menerima kembali para karyawan yang di PHK, untuk bekerja. Menurut Erwin, program rasionalisasi juga merupakan pilihan karyawan. Karena, jika mereka masih mau bekerja, maka mereka akan ikut dalam proses seleksi ulang PT DI. Namun 3.900 orang karyawan tidak memanfaatkan kesempatan itu. Dengan demikian mereka otomatis masuk jalur rasionalisasi, ditambah dengan yang tidak lulus seleksi, 4.000 orang. "Jadi PHK itu adalah pilihan mereka, bukan keputusan manajemen. Kami hanya mengukuhkan pilihan mereka itu dan mengupayakan dana kompensasinya yaitu pesangon, meskipun harus menjual asset perusahaan yang tidak produktif,” kata Edwin kepada Tempo News Room. Rinny Srihartini - Tempo News Room