MK 'Muluskan' Gelar Pahlawan untuk Soeharto  

Reporter

Editor

Kamis, 9 Februari 2012 19:05 WIB

Soeharto. Tempo/Gunawan Wicaksono

TEMPO.CO, Jakarta-Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pengujian sejumlah Pasal dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan yang diajukan sejumlah aktivis 1998. Keputusan ini membuka peluang pemberian gelar pahlawan bagi mantan Presiden Soeharto.


"Pokok permohonan tak beralasan menurut hukum. Menyatakan menolak seluruh permohonan," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Mahfud Md dalam sidang yang digelar di Mahkamah Konstitusi Kamis, 9 Februari 2012.

Pasal yang diujikan di Mahkamah Konstitusi adalah Pasal 1 angka 4, Pasal 25 dan Pasal 26 UU No 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Permohonan uji material itu diajukan para aktivis 1998 diantaranya Ray Rangkuti, Muhammad Chozin Amirullah, Asep Wahyuwijaya, AH. Wakil Kamal, Edwin Partogi, Abdullah, Arif Susanto, Dani Setiawan, Embay Supriyanto, Abdul Rohman dan Herman Saputra.


Motivasi pemohon adalah agar mantan Presiden Soeharto tidak mendapat gelar pahlawan. "Ada dorongan dari kami agar Pak Harto tidak mendapat gelar pahlawan di tengah statusnya yang tidak jelas," kata salah satu penggugat, Ray Rangkuti.

Menurut para Pemohon, Pasal 1 angka 4 UU 20/2009 ini harus diperluas tafsirnya, yaitu warga negara yang mendapat gelar pahlawan nasional bukan hanya yang gugur karena membela bangsa dan negara tetapi juga membela kebenaran selama berjuang melawan ketidakadilan.

Para pemohon menolak mantan Presiden Soeharto yang lolos seleksi dan dicalonkan sebagai pahlawan dari daerah Jawa Tengah, secara induktif berpendapat bahwa nilai keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban, dan kekesatriaan, tidak menjadi bagian dari tafsir Pahlawan Nasional yang dimaksud oleh UU 20/2009.

Pasal 1 angka 4 UU 20 tahun 2009 itu sendiri berbunyi: "Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia".

Pemohon juga mengkhawatirkan keberadaan Pasal 25 huruf d UU 20/2009 dan Pasal 26 huruf d UU 20/2009. Pada Pasal 25 huruf d UU 20/2009 yang menyatakan: "Syarat umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a terdiri atas: d. berkelakuan baik".

Sedangkan dalam Pasal 26 huruf d UU 20/2009 yang menyatakan: "Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Gelar diberikan kepada seseorang yang telah meninggal dunia dan yang semasa hidupnya: d. pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara membuka celah bagi warga negara yang rekam jejaknya buruk untuk menjadi pahlawan nasional.

Para Pemohon mengkhawatirkan bahwa frasa "berkelakuan baik" yang menjadi syarat pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan, akan dimaknai secara sepihak oleh pendukung calon pahlawan tertentu untuk meloloskan calon pahlawan bagi Soeharto.

Sebaliknya, atas dalil itu, Mahkamah Konstitusi berpendapat, nilai yang diusulkan para pemohon itu telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari makna azas-azas dan syarat pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan yang disebut dalam Undang-Undang a quo. “Pasal 1 angka 4 UU 20 Tahun 2009 tidak bertentangan Pasal 28C ayat (2) dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945,” ujar Hakim Konstitusi, Ahmad Fadlil Sumadi.

Demikian pula istilah “baik” pada frasa “berkelakuan baik” yang diatur Pasal 25 huruf d UU 20 Tahun 2009 telah jelas merujuk pada nilai baik yang diterima dan dipercaya oleh masyarakat atau bangsa Indonesia pada umumnya. Karenanya, tidak bertentangan dengan Pasal 28C ayat (2) dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945. Begitu juga dengan Pasal Pasal 26 UU No. 20 Tahun 2009 tidak bertentangan UUD 1945.” kata Fadlil.

Menurut Mahkamah, kekhawatiran para pemohon terhadap pemberian tugas kepada militer untuk menjadi anggota Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan akan mengganggu tugas dan profesionalitas militer tidak pada tempatnya. Keberadaan dua orang anggota militer dalam Dewan Gelar tidak berpengaruh signifikan terhadap keseluruhan tugas militer (TNI dan Kepolisian).

Terlebih, UU No 20 Tahun 2009 tidak mensyaratkan militer aktif sebagai anggota Dewan Gelar, melainkan dapat juga orang yang berlatar belakang militer atau purnawirawan.“Keberadaan anggota yang berasal dari unsur “militer dan/atau berlatar belakang militer sebanyak dua orang” seperti diatur Pasal 16 ayat (1) huruf b tidak bertentangan dengan Pasal 30 ayat (1), (2) UUD 1945,” tegasnya.

Para pemohon yang diwakili oleh M.C Amirullah, Asep Wahyu, dan Ray Rangkuti mengatakan kecewa dengan keputusan yang diambil mahkamah. "Argumentasi hakim tak menjawab keresahan kami," ujar kuasa hukum pemohon Haris Azhar.

WDA | M. ANDI PERDANA | ANT

Berita terkait

Kata Ketua KPU Soal Caleg Terpilih yang Mencalonkan Diri pada Pilkada 2024

2 jam lalu

Kata Ketua KPU Soal Caleg Terpilih yang Mencalonkan Diri pada Pilkada 2024

Menurut Hasyim Asy'ari, yang mengundurkan diri untuk maju di Pilkada 2024 adalah anggota legislatif yang sedang menjabat.

Baca Selengkapnya

MK Batasi Maksimal 5 Saksi dan 1 Ahli yang Dihadirkan di Sidang Sengketa Pileg

9 jam lalu

MK Batasi Maksimal 5 Saksi dan 1 Ahli yang Dihadirkan di Sidang Sengketa Pileg

MK membatasi saksi dan ahli yang dihadirkan di agenda pembuktian sidang sengketa Pileg.

Baca Selengkapnya

MK Lanjutkan Sidang Pemeriksaan Sengketa Pileg, Ada 42 Perkara Hari Ini

15 jam lalu

MK Lanjutkan Sidang Pemeriksaan Sengketa Pileg, Ada 42 Perkara Hari Ini

MK kembali menggelar sidang sengketa Pemohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum hasil Pemilihan Legislatif 2024, Selasa, 14 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Partai Buruh akan Gugat Aturan Pencalonan Pilkada ke MK, Ini Alasannya

1 hari lalu

Partai Buruh akan Gugat Aturan Pencalonan Pilkada ke MK, Ini Alasannya

Menurut Partai Buruh, parpol yang meraih suara di Pemilu Anggota DPRD 2024 seharusnya berhak mengusulkan paslon pada Pilkada.

Baca Selengkapnya

Kelakar Hakim MK Soal Berkas Golkar: Tebal Sekali, Bisa untuk Bantal Tidur

1 hari lalu

Kelakar Hakim MK Soal Berkas Golkar: Tebal Sekali, Bisa untuk Bantal Tidur

Hakim Mahkamah Konstitusi atau MK Arief Hidayat berkelakar saat memeriksa berkas Partai Golkar dalam sidang sengketa pileg hari ini.

Baca Selengkapnya

15 Pahlawan Nasional Asal Sumbar: Imam Bonjol, Mohammad Hatta, Rohana Kudus, hingga AK Gani

1 hari lalu

15 Pahlawan Nasional Asal Sumbar: Imam Bonjol, Mohammad Hatta, Rohana Kudus, hingga AK Gani

15 tokoh Sumbar dinobatkan sebagai pahlawan nasional, antara lain Proklamator Mohamad Hatta, Imam Bonjol, Rohana Kudus, Rasuna Said, hingga AK Gani.

Baca Selengkapnya

Partai Buruh Bakal Gugat Aturan Pencalonan Pilkada ke MK

2 hari lalu

Partai Buruh Bakal Gugat Aturan Pencalonan Pilkada ke MK

Pasal tersebut dianggap membatasi hak bagi parpol yang tidak mempunyai kursi DPRD untuk mengusulkan pasangan calon di pilkada.

Baca Selengkapnya

Pemerintah dan DPR Bakal Rapat soal Revisi UU MK Pekan Depan

2 hari lalu

Pemerintah dan DPR Bakal Rapat soal Revisi UU MK Pekan Depan

Hal yang krusial dari revisi UU MK ini adalah mengenai peralihan hakim Mahkamah Konstitusi.

Baca Selengkapnya

Ketua KPU RI Disebut Ajarkan Parpol Mengakali Putusan MK Nomor 12

3 hari lalu

Ketua KPU RI Disebut Ajarkan Parpol Mengakali Putusan MK Nomor 12

Pernyataan Ketua KPU RI dinilai sebagai desain baru untuk mengamankan kedudukan caleg terpilih dalam pemilu yang menjadi peserta Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Cerita Mahfud Md Dongkol Putusan MK: Tapi Saya juga Marah Saat Jadi Ketua MK Tapi Diprotes

5 hari lalu

Cerita Mahfud Md Dongkol Putusan MK: Tapi Saya juga Marah Saat Jadi Ketua MK Tapi Diprotes

Mahfud Md bercerita soal dirinya yang dongkol saat MK menyatakan jika tak ada kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya