TEMPO Interaktif, MAKASSAR - Kopi arabika asal Kabupaten Enrekang akan mengikuti kontes cita rasa di Italia pada 22 Agustus mendatang. Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Enrekang Anwar Kadir mengungkapkan Enrekang adalah salah satu kabupaten yang akan mewakili Sulawesi Selatan dalam kontes tersebut. "Dari Sulawesi Selatan, baru Enrekang yang pasti. Kalau kabupaten lain saya belum tahu," kata Anwar.
Kontes ini akan diikuti oleh seluruh negara penghasil kopi di dunia. Di Indonesia, daerah yang akan mengikuti kontes tersebut, di antaranya beberapa daerah sentra kopi di Sumatera dan Bali.
Anwar mengaku telah menyiapkan bahan yang akan dikirim ke Italia untuk keperluan kontes. Adapun kopi yang dipersiapkan untuk kontes tersebut, kata Anwar, adalah kopi beras dan kopi bubuk jenis arabika. "Kami akan mengirim 3 kilogram kopi beras dan 1 kilogram kopi bubuk," dia menjelaskan. Menurut Anwar, yang menjadi penilaian dalam kontes tersebut adalah ukuran biji kopi, berat, keseragaman warna, cita rasa, dan aroma.
Hanya, Anwar menjelaskan, yang menjadi permasalahan saat ini adalah produktivitas kopi di Enrekang yang menurun drastis. Penurunan produksi mulai terjadi sejak awal 2011 akibat anomali iklim. "Penurunan produksi mencapai 50 persen," kata dia. Ini mengakibatkan pabrik kopi yang mereka miliki tidak beroperasi karena kekurangan bahan baku.
Pemerintah Enrekang, kata Bupati Enrekang La Tinro La Tunrung, akan kembali mengembangkan kopi jenis arabika tipika setelah harga kopi daerah ini mulai membaik sejak 2-3 tahun belakangan ini. Kopi jenis ini pernah menjadi produk unggulan Enrekang dan menjadi produk ekspor pada zaman penjajahan Belanda. "Kopi Enrekang memiliki aroma, bentuk biji kopi, dan cita rasa yang sangat khas," kata La Tinro saat ditemui di sela acara buka puasa bersama di Kecamatan Malua, Enrekang, Ahad lalu.
Untuk pengembangan kopi jenis arabika tipika tahap pertama, pemerintah mulai menanami lahan seluas 30 hektare di daerah Bungin. Baru-baru ini Enrekang juga menambah lahan tanam seluas 50 hektare. "Untuk tanaman tahap pertama diprediksi sudah bisa menghasilkan buah dalam waktu 1,5 tahun," kata La Tinro. Penyediaan bibit kopi arabika tipika ini bekerja sama dengan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin. Selain itu, penyediaan bibit kopi dilakukan dengan sistem sambung batang yang diambil dari tanaman yang sudah berusia ratusan tahun.
Menurut La Tinro, sebenarnya kopi Enrekang lebih populer dibanding kopi Toraja, terutama untuk kopi jenis arabika tipika. Alasannya, kopi ini menggunakan pupuk organik, bukan pupuk pestisida. Hanya, masyarakat malas membudidayakannya karena produksi buahnya tidak banyak, hanya 500 kilogram per hektare atau seperempat dari tanaman kopi biasa.
Menurut Kepala Dinas Perkebunan Sulawesi Selatan Burhanuddin Mustafa, selain Enrekang, daerah Sulawesi Selatan yang berpotensi mengikuti kontes ini adalah Kabupaten Tana Toraja, Toraja Utara, dan Luwu. Ia mengaku mendukung penuh setiap usaha yang memperkenalkan kopi daerah ini ke tingkat dunia. "Ini sangat bermanfaat untuk mengangkat citra komoditas kopi Sulawesi Selatan kepada pasar internasional,” kata dia.
| ANISWATI SYAHRIR | IRMAWATI