Para anggota yang hadir masing-maisng H.R Djoko Soegianto (ketua), Asmara Nababan (sekjen), Bambang W Soeharto (wakil ketua), Saparinah Sadli (wakil ketua), M. Salim, Soegiri, Saafrudin Bahar, Sutandyo Wignjosoebroto, Satjipto Rahardjo, Miriam Budihardjo, dan Emil Salim. Menurut Asmara Nababan, kasus yang akan ditangani antara lain pembakaran tempat ibadah, gedung sekolah, tempat tinggal, penganiayaan wartawan, dan kasus Pasuruan.
Komisi Nasional menunjuk tiga anggotanya untuk segera melakukan pengecekan di lapangan, mereka adalah M Salim, Soegiri, dan Saafrudin Bahar. “Tim ini dibentuk karena adanya desakan dari masyarakat, bukan permintaan Presiden,” ujarnya.
Namun, Nababan membenarkan bahwa Presiden Abdurrahman Wahid, yang didampingi Menkeh dan HAM Marsillam Simandjuntak, meminta Komnas HAM membentuk tim untuk menyelidiki kasus Pasuruan. Permintaan itu diungkapkan kepada Djoko Soegianto dan Bambang W Soeharto yang menemui Presiden Wahid di Istana Negara Jakarta. Dalam pembicaraan itu, katanya, wakil Komnas itu mengatakan bahwa sebenarnya sudah siap membentuk tim pencari fakta kasus Ja-Tim, bukan hanya untuk kasus Pasuruan.
Setelah memenuhi panggilan Presiden Wahid, menurut Nababan, Djoko dan Bambang melaporkan hasil pertemuan itu kepada rapat pleno. Ia membantah dugaan bahwa rapat pleno sengaja digelar mendadak untuk menindaklanjuti pertemuan Presiden dengan Komnas. “Rapat pleno sudah diagendakan sebelumnya,” katanya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, rapat pleno yang berakhir pukul 18.10 WIB itu juga menyepakati pembentukan Komisi Penyelidik Pelanggaran (KPP) HAM kasus Trisakti dan Semanggi I-II 1998 dan KPP HAM kasus Lampung. Dalam waktu dekat, Komisi akan menentukan siapa saja para anggota kedua KPP itu. (Jobpie Sugiharto)