Panglima TNI Ingatkan Menakertrans Agar Berhati-hati
Jumat, 21 November 2003 14:36 WIB
Permintaan Panglima TNI itu disampaikannya sehubungan dengan maraknya demonstrasi buruh menentang pemberlakuan kembali Kepmenakertrans Nomor 78 Tahun 2001 dan meminta pemberlakuan kembali Kepmenaker Nomor 150 Tahun 2000. Pernyataan Panglima TNI ini, kata Hamdy, disampaikan saat ada pertemuan pemerintah, pengusaha dan serikat buruh bersama dengan kalangan keamanan dari TNI dan Polri, Jumat (15/6), di Kantor Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan, Jakarta.
Menurut Hamdy, penyelesaian masalah ini akan ditempuh melalui forum kerja tripartit nasional yang telah dibentuk. Mereka diharapkan dapat memberi masukan kepada pemerintah dalam satu bulan ini. “Dari situ kami ingin memperoleh rekomendasi jalan keluar yang terbaik. Jadi, bukan soal waktu tapi soal kepastian solusi yang akan diambil oleh forum ini,” kata dia.
Menakertrans menyayangkan pemberitaan beberapa media massa yang menyebutkan tidak dijalankannya negoisasi oleh pemerintah. Menurut dia, pemerintah telah melakukan lebih dari delapan kali usaha negoisasi antara pihak yang bertentangan, namun selalu mengalami jalan buntu. Untuk itulah diambil jalan penyelesaian melalui forum kerja tripartit nasional itu.
Ada beberapa alternatif penyelesaian yang dipikirkan oleh forum tersebut, salah satunya adalah penggunaan sistem jaminan sosial tenaga kerja untuk kompensasi bagi buruh yang berhenti dari pekerjaannya. “Buruh tidak ada masalah mengenai alternatif ini, tapi pengusaha masih menolak karena merasa akan ditambah bebannya,” kata Hamdy.
Alternatif ini mungkin tidak seluruh beban dari yang tercantum di Kepmenaker Nomor 150 Th.2000 ini akan dibebankan kepada dunia usaha. Akan diambil jalan tengah dengan pembagian premi Jamsostek yang sebesar 1,5 persen antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja, masing-masing 0,5 persen. Hamdy juga mengharapkan keputusan ini dapat ditetapkan dalam bentuk undang-undang.
Hamdy menyayangkan kinerja DPR yang lamban dalam membahas permasalahan buruh ini. “Dalam satu hari paling hanya dapat 10 sampai dengan 15 DIM (Daftar Inventaris Masalah), padahal DIM yang harus dibahas ada 1400,” kata dia. Penetapan dalam bentuk undang-undang ini akan lebih kuat dibandingkan Kepmenaker. (Dian Novita)