Kubu Tedjowulan Tak Sokong Daerah Istimewa Surakarta
Rabu, 15 Desember 2010 14:48 WIB
Juru bicara Paku Buwana XIII Tedjowulan, Bambang Pradatanagara menyatakan jika saat ini bukan saat yang tepat untuk membicarakan masalah Daerah Istimewa Surakarta. Sebab, hingga saat masih terjadi polemik mengenai status keistimewaan di Yogyakarta. “Desakan pengembalian DIS sama saja dengan mengail di air keruh,” kata Bambang kepada Tempo, Rabu (15/12).
Dia mengakui, sejarah memang pernah mencatat bahwa Surakarta pernah menjadi daerah istimewa pada masa awal kemerdekaan. Hanya saja, status keistimewaan tersebut tidak berumur panjang lantaran dicabut oleh Presiden Soekarno pada tahun 1946. “Jangan lupakan fakta sejarah jika pencabutan tersebut merupakan hasil desakan masyarakat Surakarta,” kata Bambang.
Dari fakta sejarah tersebut, dia meminta semua pihak, khususnya dari kalangan bangsawan keraton, untuk bersikap lebih jernih mengenai desakan pengembalian status tersebut. Apa yang dilakukan oleh kelompok anti swapraja itu merupakan representasi dari keinginan masyarakat Surakarta.
Menurut Bambang, wilayah Keraton Surakarta meliputi Kota Surakarta dan enam kabupaten lain di sekitarnya. “Apa iya mereka mau bergabung dengan Daerah Istimewa Surakarta,” katanya ragu.
Bambang menegaskan, kubu Paku Buwana XIII Tedjowulan tidak akan mendukung gerakan pengembalian status tersebut. “Jika memang ada gerakan, biar saja muncul dari masyarakat,” kata Bambang. Menurutnya, keraton lebih ideal untuk menjadi sebuah lembaga adat daripada menjadi lembaga politik.
Sikap dari kubu Tedjowulan tersebut berseberangan dengan sikap dari kubu Paku Buwana XIII Hangabehi. “Kami saat ini memang sedang berjuang untuk mendapatkan kembali status tersebut,” kata Koes Murtiyah, adik Hangabehi. Selain terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat, pihaknya tengah memperjuangkan melalui upaya politik di DPR RI.
Murtiyah menolak anggapan jika desakan tersebut termotivasi dari tuntutan masyarakat Yogyakarta yang menginginkan penetapan Sultan Hamengku Buwana X sebagai gubernur. “Tuntutan ini sudah lama kami suarakan di Komisi II DPR RI, di mana saya menjadi salah satu anggota,” kata Pengageng Sasana Wilapa Keraton Kasunanan Surakarta itu.
Meski demikian, dia menegaskan jika keraton tidak ikut campur dengan deklarasi deklarasi Daerah Istimewa Surakarta yang dilakukan oleh 250 masyarakat di Prambanan, Selasa siang (14/12). “Kami tidak pernah diajak bicara,” kata dia.
Ahmad Rafiq