Polisi Jombang Perdalam Pengungkapan Jaringan Pengedar Uang Palsu
Senin, 1 November 2010 14:24 WIB
Empat pelaku tersebut adalah Saiful Rizal, 31 tahun, warga Desa Karangsemanding, Kecamatan Perak, Jombang, serta tiga orang warga Mojokerto, Suwarno, 29 tahun, warga Desa Bakalan, Kecamatan Gondang; Budiono, 56 tahun, warga Desa Watesumpak, Kecamatan Trowulan; dan Pamuji, 65 tahun, warga Desa Gemekkan, Kecamatan Sooko.
Menurut Samudi, para pelaku diringkus Sabtu (30/10) dan Minggu (31/10). Polisi menyita barang bukti berupa tujuh lembar uang palsu pecahan Rp 100 ribu, dan 55 lembar pecahan Rp 50 ribu. Barang bukti lainnya adalah 408 lembar kertas ukuran 85 x 60 sentimeter yang diduga hendak digunakan sebagai bahan pembuatan upal.
Pengungkapan jaringan tersebut bermula dari laporan masyarakat. Setelah melakukan penyelidikan, polisi menangkap Budiono yang sedang melakukan transaksi upal dengan seorang penjual di Jalan Raya Dusun Kemiri, Desa Karangwinongo, Kecamatan Mojoagung.
Para pelaku dijerat pasal 245 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman 15 tahun penjara.
Samudi menjelaskan, sepintas upal yang dijual mirip dengan uang asli. Yang membedakannya, kertas yang digunakan untuk mencetak upal mudah robek. Selain itu, permukaan kertas pada upal tak timbul seperti uang asli. ”Masyarakat bisa terkecoh, terutama kalau dibelanjakan pada malam hari,” ujarnya.
Samudi mengimbau masyarakat berhati-hati saat bertransaksi malam hari. Prosedur 3M (Meraba, Menerawan, dan Melihat) lembar uang kertas tetap harus dilakukan. Dia meminta masyarakat melapor ke polisi bila menemukan kejanggalan pada lembaran uang yang diterimanya dari pembeli.
Kepada polisi, Budiono mengaku membeli upal dari seorang pemasok dari luar Jombang dan Mojokerto, yang namanya tidak bisa disebut polisi karena masuk Daftar Pencarian Orang (DPO). Budiono membeli Rp 2 juta upal dengan harga Rp 1 juta uang asli.
Ketika ditanya TEMPO, Budiono mengaku terpaksa mengedarkan upal karena terdesak masalah ekonomi meskipun dia tahu perbuatannya melanggar undang-undang. "Saya menyesal," tuturnya. MUHAMMAD TAUFIK.