Sebanyak Rp 2,52 Triliun Bantuan Tanpa Pertanggungjawaban
Kamis, 12 Agustus 2010 18:53 WIB
"(Itu) terkait kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan," kata Auditor Utama KN V BPK Achmad Sjakir Amir dalam sambutannya saat penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2009 pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Barat, Kamis (12/8).
Temuan BPK berupa hal terkait bantuan sosial, hibah, bantuan keuangan, dan bantuan subsidi itu belum ada pertanggungjawaban penggunaannya. Bantuan itu akumulasi dari belum diserahkannya peratngunjawabannya oleh penerima hibah sejak tahun 2003 hingga semester pertama 2010.
Gubernur Ahmad Heryawan mengatakan, pemberian bantuan yang jadi catatan BPK itu merupakan bantuan yang diberikan sebelum tahun 2009. "Itu bantuan tahun-tahun sebelumnya," katanya.
Dia mengatakan, bukan perkara mudah untuk membereskan bukti pertangungjawaban penggunaan dana bantuan itu. Heryawan mencontohkan, praktek pemberian hibah dulu, hanya berubah transaksi serah terima dengan kwitansi sebagai alat buktinya. "Menelusurinya bukan perkara mudah," katanya.
Gara-gara itu, sejak 2009 dia menerbitkan Surat Keputusan yang mewajibkan penerima bantuan memberikan laporan penggunaannya. Tahun ini aturan itu akan diperketat dengan mewajibkan laporan itu harus diaudit akuntan publik.
Tinggal persoalannya, papar Heryawan, memutuskan berapa batas minimal pemberian bantuan yang laporannya wajib diaudit oleh akuntan publik. Jakarta menggunakan aturan itu, dengan menetapkan batas bantuan Rp 500 juta yang wajib audit oleh akuntan publik.
"Akan kita lihat, untuk membuat laporan akuntan publik itu perlu biaya. Jangan sampai biaya laporannya lebih besar daripada bantuannya," katanya. Heryawan mengaku, tengah menyiapkan Surat Keputusan khusus soal kewajiban audit untuk penggunaan bantuan sosial itu.
Tahun ini dia sudah membentuk tim akuntabilitas untuk meverifikasi layak tidaknya penerima bantuan itu. "Kalau fiktif, ktia coret langsung," katanya.
AHMAD FIKRI