TEMPO Interaktif, Yogyakarta:Sejumlah mahasiswa di Yogyakarta dan Surabaya hari ini melakukan demonstrasi untuk menolak rencana serangan Amerika Serikat ke Irak. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Komisariat Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dan Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga mendesak pemerintah agar bersikap proaktif mencegah invasi Amerika ke Irak. Dalam aksi di Bundaran Universitas Gadjah Mada itu, mereka tegas-tegas menolak invasi Amerika ke Irak. "Kami menolak perang karena perang adalah bentuk terorisme terbesar dan paling nyata," teriak seorang mahasiswa dalam orasinya. Para pengunjuk rasa juga mengajak seluruh bangsa Indonesia untuk berdoa bagi rakyat Irak. Menurut mereka, Irak hanya dapat dinyatakan bersalah apabila telah diadili di depan Mahkamah Internasional dengan bukti-bukti yang kuat. Tuduhan bahwa Irak menyimpan senjata pemusnah massal hanyalah alasan yang dicari-cari Amerika. Sebab, justru Amerika yang nyata-nyata memiliki senjata pemusnah massal. Para pengunjuk rasa juga menilai perang terhadap Irak adalah serangan terhadap kaum muslim, sehingga kaum muslim di Indonesia wajib membela atas nama persaudaraan antar-muslim. "Perang terhadap Irak hanyalah dalih Amerika untuk menguasai ladang minyak," teriak seorang orator. Kecaman terhadap Amerika dan dukungan untuk rakyat Irak juga terlihat dari sejumlah poster yang mereka bawa. "Masyarakat Yogya mendukung Rakyat Irak", "Selamatkan Anak-anak Irak", "Say No to War", "Lihat Irak Jadi Pingin Jihad", dan "America the real terorist". Sedikitnya 40 orang mahasiswa dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Cabang Surabaya menggelar unjuk rasa menentang rencana invasi Amerika ke Irak di kantor Konsulat Jenderal Amerika di Jalan dr. Soetomo, Jumat (7/2). Selain membawa puluhan poster dan spanduk, pengunjuk rasa juga membawa dua ekor burung merpati warna putih dan bunga mawar. Burung itu dilepaskan di depan kantor konsulat sebagai simbol perdamaian, sedangkan bunga mawar merah mereka serahkan kepada Konsulat Jenderal Amerika. Aksi yang dimulai pukul 14.15 WIB itu dijaga ketat aparat keamanan. Pengunjuk rasa hanya diperbolehkan berada sekitar 12 meter dari pagar konsulat, itu pun dibatasi kawat berduri dan pagar beton. "Ada negara majnun (gila) demokrasi. Demokrasi hanya dijadikan alat. Anda menyatakan demokrasi tapi Anda tidak tahu arti demokrasi," teriak seorang pengunjuk rasa. (Heru CN/Adi Mawardi-Tempo News Room)