Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum, Payaman, menilai perbuatan itu dilakukan terdakwa bersama-sama dengan Yauk Kam Muk selaku Diretur PT Sebatin dan Lili Asdjudireja selaku Komisaris Utama PT Sebatin yang kini juga diperiksa dalam perkara terpisah.
Perbuatan korupsi tersebut mulai dilakukan 13 Maret 1990. Direktur Utama PT Sebatin, Elsini Tirta, waktu itu mengajukan permohonan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia kepada PT Bank Bumi Daya Cabang Jakarta Cikini, Jakarta Pusat (Sekarang Bank Mandiri Cabang Jakarta TIM). Kredit itu untuk membiayai perkebunan tanaman karet dan kakao di Kecamatan Tanjung Aru , Kabupaten Pasir, Kalimantan Timur.
Pada 8 Agustus, terdakwa menandatangani perjanjian kredit senilai Rp 32.300.000.000. Pencairan kredit tersebut dilakukan secara bertahap sejak 1990 hingga 1996. Sejak 1992 sampai 1997, pencairan kredit dihentikan karena kemampuan terdakwa memenuhi self financial diragukan. Bank Bumi Daya mengharuskan PT Sebatin mencari investor baru.
Pada 2 Oktober 1997, terdakwa mengadakan rapat umum pemegang saham yang hasilnya menyetujui peningkatan modal disetor, dari Rp 1 miliar menjadi Rp 10 miliar. Selain itu, juga mengangkat Lili Asdjudireja sebagai Komisaris Utama. Mereka juga menyampaikan bahwa telah memenuhi pembiayaan sendiri dengan meningkatkan modal disetor. Pada 30 Oktober 1997, terdakwa bersama Lili kembali mengajukan permohonan pencairan sisa kredit sebesar Rp 20.840.000.000 dan penambahan kredit investasi sebesar Rp 15.112.684.000, namun tidak dikabulkan.
Pada 12 Februari kembali dilakukan rapat umum pemegang saham dan disepakati untuk realisasi penyetoran modal sebesar Rp 10 miliar oleh tujuh pemegang saham. Namun kenyataanya, kata Jaksa, modal tersebut tidak pernah disetorkan alias modal fiktif. Dengan data tersebut, sisa kredit dari Bank Bumi Daya berhasil dicairkan secara bertahap dengan total Rp 7.557.590.278.
Menurut Jaksa, kredit yang diterima terdakwa tidak digunakan untuk membiayai pembangunan perkebunan karet dan kakao, melainkan digunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa. Selain itu terdakwa juga membuat dan menggunakan laporan keuangan fiktif dalam memenuhi persyaratan untuk tahapan lanjutan pencairan kredit tersebut.
Nunuy Nurhayati - Tempo News Room