Selama ini, sampah yang ditampung di tempat penampungan sementara diangkut menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Tanpa pengelolaan sampah yang terintegrasi, sampah ditumpuk dan ditimbun dengan tanah. Akibatnya, selain mengeluarkan bau busuk juga mengancam kelestarian lingkungan terutama sumber mata air di wilayah setempat.
Sejauh ini, pemerintah Kabupaten Sidoarjo memiliki dua TPA diantaranya di Jabon seluas 5,4 hektare dan TPA Krian selaus 2,2 hektare. Namun, TPA Krian hanya tersisa 20 persen dari kapasitas yang ada. Banyaknya volume sampah di Sidoarjo mengakibatkan petugas kebersihan tak mampu memisahkan antara sampah plastik, besi atau sampah organik. "Alat pengolah sampah juga mahal," katanya.
Untuk itu, kini diaktifkan kader lingkungan di setiap desa. Mereka bertugas mengkampanyekan gerakan pengolahan sampah organik. Ratusan komposter pengolah sampah telah didistribusikan kepada setiap rumah tangga. Kompos yang dihasilkan, katanya, bisa dimanfaatkan untuk pupuk tanaman hias di rumah.
Selama ini, sekitar 51 Desa yang memiliki kader lingkungan. Rencananya setiap desa akan dibekali keterampilan khusus untuk mengelola sampah secara mandiri. Tujuannya, untuk mengurangi volume sampah yang sebagian besar dihasilkan limbah rumah tangga.
EKO WIDIANTO