Jhony S. Mundung: Ini Gong Kematian Penyelamatan Hutan
Selasa, 23 Desember 2008 12:31 WIB
Kepala Polda Riau Brigadir Jenderal Hadiatmoko, Senin (22/12), mengeluarkan SP3 atas 13 dari 14 perusahaan yang diduga merusak hutan Riau. Apa komentar Anda?
Ini menyakitkan. Bukan saja bagi saya pribadi dan kawan kawan aktivis lingkungan, tapi juga melukai hati masyarakat Riau.
Usaha aktivis lingkungan menyelamatkan hutan Riau apa menjadi sia-sia?
Selaku pihak pelapor pada 15 Maret 2007 dan yang mengetahui betul kondisi hutan, kami ingin ada penegakan hukum atas tindak pidana perambahan hutan yang sudah pada tahap pemusnahan. Waktu itu polisi sangat agresif menanggapi laporan kami.
Perambahan hutan secara besar-besaran di Riau dilakukan oleh 42 perusahaan. Perusahaan itu umumnya terafiliasi dengan dua pabrik kertas besar. Polisi lantas menyidik 14 perusahaan. Kami berkeyakinan inilah awal penegakan hukum dan penyelamatan lingkungan di Riau.
Kami juga berupaya membantu polisi berupa memberikan bukti dan informasi. Yang terjadi justru dalam penyidikan polisi berkas perkara sudah 17 kali bolak balik dari penyidik dan penuntut (Kejaksaan Tinggi Riau).
Apa yang Anda ketahui tentang berkas perkara yang dikembalikan Kejaksaan waktu itu?
Waktu berakas dikembalikan oleh Kejaksaan kami masih dapat memahami. Kami mengira memang urusan hutan dan kehutanan itu rumit. Hingga Agustus 2008 kami masih sabar menunggu, lantaran Polda saat itu menyakinkan kami bahwa mereka akan mampu memenuhi kemauan penuntut Jaksa. Tapi, memasuki November 2008, kami mencium gelagat yang tidak benar. Kami melihat saat itu ada keinginan oknum tertentu, baik penyidik maupun penuntut, agar kasus 14 perusahaan yang diberkas itu terus mengambang. Kami melihat ada konspirasi.
Artinya, berkas tersebut sebenarnya bisa dilengkapi sesuai keinginan Jaksa?
Jaksa menyebut bahwa semua berkas tidak lengkap. Ada kekurangan, khususnya menyangkut barang bukti, saksi ahli dan sebagainya. Polisi menyebut, mereka sudah maksimal memenuhi semua keinginan penuntut. Perdebatan di sini yang membuat kami curiga.
Salah satu yang dipersoalkan jaksa adalah saksi ahli. Kenapa?
Polda Riau waktu itu mengusung saksi ahli dari IPB (Isntitut Pertanian Bogor). Jaksa bersikukuh minta saksi ahli dari Departemen Kehutanan. Saksi ahli dari kalangan akademisi menyebut ada kerusakan lingkungan dan kesalahan perizinan.
Sementara itu, saksi ahli dari Departemen Kehutanan menyebut semua perusahaan memiliki izin dan tidak ada masalah. Sedangkan saksi Kementerian Lingkungan Hidup menyebut tidak ada masalah dan tidak ada kerusakan lingkungan. Ini benar benar gila.
Dengan kesaksian itu apakah posisi penyidik menjadi lemah?
Belakangan, memang, polisi terkesan menyerah. Sedangkan jaksa tidak berupaya mengambil alih kasus ini atau istilahnya P22. Ini yang menguatkan dugaan adanya konspirasi Kejaksaan dan Kepolisian dalam kasus ini. Sudah jelas dalam Undang-Undang Kehutanan dan Undang-Undang Perkebunan dan asejumlah Keputusan Menteri Kehutanan menyebut hutan tanaman industri tidak boleh di atas hutan alam. Begitu juga soal lahan gambut dan sejumlah aturan lainnya, yang jelas dilanggar. Tapi Departemen Kehutanan menyebut perusahaan itu tdiak ada masalah lantaran memiliki izin.
Itukah yang Anda sebut ada konspirasi?
Begini, yang ironis adalah keterangan saksi ahli dari Kementerian Lingkungan Hidup yang menyebut tidak ada dampak lingkungan yang diakibatkan oleh izin perambahan hutan. Padahal, secara kasat mata jelas Riau saban tahun kebanjiran saat musim hujan dan kebakaran hutan ketika musim kemarau. Asap hutan sampai ke negara tetangga. Ini nyata dan semua penduduk Riau terkena dampaknya.
Apa rencana Walhi selanjutnya?
Kami mendesak Kepala Polda Riau dan Kepala Kejaksaan Tinggi Riau dicopot. Mereka telah melukai rasa keadilan penduduk Riau. Mereka patut diperiksa. Kami tengah menyusun praperadilan. Inilah satu-satunya yang dimungkinkan aturan hukum.
Bagaimana jika desakan Anda tak digubris pemerintah?
Kami akan terus berkampanye kepada dunia internasional agar mendukung gerakan kami dalam melawan konspirasi jahat ini. Ini gong kematian bagi penegakan hukum dan penyelamatan hutan Riau.