Nadiem Makarim Luncurkan 4 Kebijakan 'Kampus Merdeka', Apa Saja?
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Syailendra Persada
Sabtu, 25 Januari 2020 07:02 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim meluncurkan empat program kebijakan untuk perguruan tinggi. Program yang bertajuk "Kampus Merdeka" ini merupakan kelanjutan dari konsep "Merdeka Belajar" yang diluncurkan sebelumnya.
"Perguruan tinggi di Indonesia harus menjadi ujung tombak yg bergerak tercepat, karena dia begitu dekat dengan dunia pekerjaan, dia harus yang berinovasi tercepat dari semua unit pendidikan," ujar Nadiem di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Jumat, 25 Januari 2020.
Apa saja program kampus merdeka itu?
1. Kemudahan Membuka Program Studi Baru
Nadiem mengatakan akan memberikan otonomi bagi perguruan tinggi negeri dan swasta untuk membuka program studi (prodi) baru. Nadiem mengatakan selama ini pembukaan prodi bukan hal mudah, padahal perguruan tinggi terus dituntut untuk menjawab kebutuhan industri.
Nadiem juga menyebut banyak kurikulum di prodi yang sifatnya teoretis dan tidak terjadi link and match dengan dunia kerja. Selain itu, pendiri Gojek ini menyebut banyak prodi belum mampu bersaing di panggung internasional. "Solusinya, kami ingin lakukan kolaborasi atau istilahnya pernikahan massal. Antara universitas dan luar universitas untuk menciptakan prodi-prodi baru," kata Nadiem.
Nadiem menuturkan kampus neger dan swasta yang memiliki akreditasi A dan B dapat diberikan izin untuk membuka prodi baru asalkan bekerja sama dengan pihak ketiga. Pihak ketiga ini di antaranya pelaku industri kelas dunia, organisasi nirlaba kelas dunia, BUMN dan BUMD, atau top 100 world universities berdasarkan QS ranking.
Kerja sama itu, lanjut Nadiem, bisa terjalin di antaranya penyusunan kurikulum, program magang, dan perjanjian kerja sama dari sisi rekrutmen. "Kalau prodi bisa membuktikan kerja sama dengan organisasi kelas dunia, otomatis akan diberikan izin buka prodi," ujar dia.
2. Perubahan Sistem Akreditasi Kampus
Nadiem mengatakan ada ada tiga tantangan dalam program akreditasi yang selama ini berlaku. Di antaranya proses dan persyaratan yang menjadi beban, banyaknya antrean perguruan tinggi atau prodi yang belum terakreditasi, dan keharusan bagi prodi atau perguruan tinggi yang ingin naik level akreditasi internasional tapi tetap harus meregistrasi di tingkat nasional.
Ke depan, kata Nadiem, program akreditasi bersifat otomatis untuk seluruh peringkat dan sukarela bagi perguruan tinggi dan prodi yang siap naik peringkat. Adapun akreditasi yang ditetapkan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi tetap berlaku lima tahun dan akan diperbarui otomatis.
"Bagi prodi yang dapat akreditasi internasional, dia akan secara otomatis mendapatkan akreditasi A dari pemerintah dan tidak harus melalui proses lagi di nasional," ujar Nadiem.
Meski begitu, Nadiem melanjutkan, pemerintah akan tetap mengawasi kualitas perguruan tinggi dan prodi. Reakreditasi akan dilakukan, misalnya, jika ada aduan masyarakat, penurunan jumlah mahasiswa yang masuk, atau peningkatan jumlah pengangguran lulusan perguruan tinggi atau prodi tersebut. "Pemerintah berhak lakukan reakreditasi kalau ada dugaan penurunan kualitas," kata Nadiem.
<!--more-->
3. Kemudahan Status Kampus Menjadi Badan Hukum
Nadiem mengatakan akan memberikan kemudahan perubahan status dari perguruan tinggi negeri satuan kerja (PTN-Satker) dan badan layanan umum (PTN-BLU) menjadi badan hukum (PTN-BH). Nadiem berujar, pemerintah akan membantu dan mempermudah perguruan tinggi yang ingin meraih status badan hukum.
Dengan berubah menjadi PTN-BH, universitas akan memiliki otonomi dan fleksibilitas untuk bekerja sama dengan industri. Nadiem menyebut perubahan status ini demi mendorong agar kampus-kampus negeri mampu bersaing di panggung dunia.
Meski begitu, Nadiem mengklaim perubahan status ini tak bersifat memaksa. "Kami committed bagi yang berubah tidak ada pengurangan subsidi," kata Nadiem.
4. Mahasiswa Bisa Magang 3 Semester
Nadiem mengatakan kebijakan keempat ini menjadi favoritnya, yakni hak magang tiga semester di luar program studi. Kebijakan ini akan memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar prodi selama satu semester.
Meski begitu, Nadiem mengatakan program belajar di luar program studi ini tak bersifat memaksa. "Kalau ingin 100 persen di dalam prodi itu, tidak masalah. Tapi kewajiban bagi perguruan tinggi untuk berikan opsi tersebut."
Adapun dua semester lainnya diperuntukkan program magang. Menurut Nadiem, kebijakan ini demi memberikan pengalaman dunia kerja kepada mahasiswa. Dia mengibaratkan program ini ibarat mengajarkan mahasiswa berenang di laut terbuka, bukan hanya di kolam renang yang tenang dan aman.
"Dari tiga semester itu, dua semester harus diberikan jaminan hak kepada mahasiswa di luar kampus. Artinya di laut terbuka, open water," ucap Nadiem.