Kontras: Pemerintah Tak Sungguh-Sungguh Dukung Pengadilan HAM Ad Hoc
Reporter
Editor
Selasa, 15 Juli 2003 17:07 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) menilai pemerintah tidak sungguh-sungguh mendukung terbentuknya Pengadilan Pelangaran HAM ad hoc. Salah satu indikasinya adalah penunjukan hakim-hakim HAM ad hoc yang namanya oleh publik dirasa asing. Baik baik track record maupun integritasnya dalam menangani masalah-masalah HAM. “Belum ada jaminan apakah orang-orang tersebut dalam menjalankan tugasnya bisa mewakili keinginan rakyat. Yaitu adanya independen, dan keberanian untuk mau membongkar kasus pelanggaran HAM masa lalu,” ujar Ori Rachman, presidium koordinator Badan Pekerja Kontras kepada pers di Jakarta, Selasa (15/1) petang. Disamping itu, kata dia, sejak awal pemerintah tidak terbuka dalam proses perekrutan para hakim itu. Hal senada juga diungkapkan Haris Ashar, dari Divisi Kajian dan Monitoring Kontras. Tak munculnya nama-nama dari kalangan akademisi dengan sendirinya menunjukkan kegagalan pemerintah. “Undang-undang tidak memberikan kesempatan yang luas dan lebar terhadap orang-orang intelek yang ada di masyarakat yang concern terhadap masalah HAM, untuk menjadi hakim ad hoc,” katanya. Dia mencontohkan adanya ketentuan pengangkatan lima tahun sebagai hakim ad hoc yang menjadi kendala bagi mereka yang memiliki pekerjaan lain. Menurut Ori dengan keluarnya Keputusan Presiden Nomor 6/M/2002 itu, langkah berikutnya adalah pemerintah perlu membentuk Undang-Undang (UU) Perlindungan Saksi dan Korban, UU Kompensasi, Rehabilitasi, dan Restitusi, serta UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Menurut dia, masyarakat sangat berharap adanya perhatian yang lebih serius dari pemerintah dan DPR dalam mendukung suksesnya pengadilan HAM ini. Kedua lembaga tersebut, lanjutnya, harus lebih aspiratif dan akomodatif dalam menggali rasa keadilan rakyat. Sebab, bila tak ada ketegasan dari pemerintah dan DPR, maka akan membuka “ruang perlawanan” dari para oknum yang diduga terlibat. “Seperti penolakan TNI untuk diperiksa KPP HAM Trisakti-Semanggi, dan adanya Islah kasus Tanjung Priok dan Talangsari Lampung,” ujarnya. (Ira Kartika M.B.-Tempo News Room)
Berita terkait
Kemenkes Buka Enam Prodi di RS Pendidikan Atasi Kekurangan Dokter Spesialis
8 menit lalu
Kemenkes Buka Enam Prodi di RS Pendidikan Atasi Kekurangan Dokter Spesialis
Salah satu masalah lagi yang ada di Indonesia adalah distribusi dokter spesialis. Hampir 80 tahun Indonesia merdeka belum pernah bisa terpecahkan.